Hotel Shangri-La Jakarta
Sejak tahun 2012, jaringan properti Shangri-La global telah berhenti menyajikan sirip hiu dan mencoret produk-produk hiu dari daftar menunya, termasuk Hotel Shangri-La Jakarta
Sejak saat itu, perlahan hotel ini terus berupaya untuk meningkatkan komitmennya terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan jangka panjang, dan bisnis yang bertanggung jawab. Dengan jumlah pengunjung banquet dan restorannya yang mencapai sedikitnya 1 juta orang per tahun, kebijakan konsumsi makanan laut ramah lingkungan yang diadopsi Shangri La hotel sangat signifikan terhadap upaya perlindungan sumberdaya laut.
Sektor bisnis memliliki kontribusi yang sangat signifikan dalam mendorong kebijakan yang ramah lingkungan. Misalnya kebijakan yang sudah diadopsi oleh Shangri La Hotel untuk berhenti menyajikan sirip hiu dan mencoret produk-produk hiu dari daftar menu di 81 hotel dan restoran jaringan globalnya.
“Bayangkan jika satu hotel mengkonsumsi 1 ton sampai 1,5 ton sirip hiu per tahun, berapa banyak hiu yang harus ditangkap dan menjadi korban praktek yang tidak ramah lingkungan itu? Kebijakan untuk berhenti menyajikan sirip hiu dan hanya menyajikan makanan laut yang ramah lingkungan, sudah diinisiasi oleh Shangri La secara global sejak 4 tahun yang lalu, “ kata Jurgen Dorr, General Manager Hotel Shangri La Jakarta, dalam konferensi pers “A Tribute to the Sea” akhir tahun 2013 lalu (29/11) di Jakarta . Kebijakan tersebut diumumkan secara resmi oleh Shangri La di situs resminya sejak 2012 .
Menurut Jurgen, Shangri La Jakarta juga sudah menghapus blue fin tuna (tuna sirip biru) dari daftar menunya. Sedikit demi sedikit hotel ini terus berupaya untuk meningkatkan komitmennya terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan jangka panjang, termasuk dalam hal pengelolaan sampah dan limbahnya.
Dengan jumlah pengunjung banquet dan restorannya yang mencapai sedikitnya 1 juta orang per tahun, kebijakan konsumsi makanan laut ramah lingkungan yang diadopsi Shangri La hotel sangat signifikan terhadap upaya perlindungan sumberdaya laut.
“WWF mengapresiasi kebijakan Shangri La hotel. Kebijakan ini patut dicontoh oleh hotel-hotel dan restoran lainnya,” kata Dr Efransjah, CEO WWF Indonesia.
Ketika ditanya oleh wartawan apakah ada dampak ekonomi atau kerugian yang timbul akibat penghapusan sirip hiu dari menunya, Jurgen mengatakan tidak ada dampak negatif terhadap bisnisnya. “Memang ada beberapa potensial costumer yang akan mengadakan resepsi pernikahan sedikit mengeluh karena tidak ada menu sirip hiu dalam menu, tapi jumlahnya sangat sedikit, dan biasanya mereka didesak oleh tradisi generasi lama. Secara umum respon yang kami terima sangat positif,” kata Jurgen.
Setidaknya 1,1 juta ton produk hiu diperdagangkan secara global setiap tahunnya. Padahal hiu adalah spesies yang populasinya terancam punah dan lambat reproduksinya. Melonjaknya jumlah permintaan sirip dan produk-produk hiu lainnya menyebabkan terjadinya penangkapan besar-besaran terhadap satwa ini. Data FAO (2010) menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan teratas dari 20 negara penangkap hiu terbesar di dunia.
WWF-Indonesia melalui kampanye Save Our Sharks (#SOSharks) mengajak public menghentikan konsumsi dan penjualan produk-produk hiu baik di restoran, hotel, swalayan dan toko online, serta menghentikan promosi kuliner hiu di media massa. Info lengkap tentang kampanye ini dapat dibaca di www.wwf.or.id/sosharks